Friday, 26 November 2010
bioetanol
Latar Belakang
Seiringdengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Karenanya, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan.Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
- Gasohol º campuran bioetanol kering/absolut terdena-turasi dan bensin pada kadar alkohol s/d sekitar 22 %-volume.
- Istilah bioetanol identik dengan bahan bakar murni. BEX º gasohol berkadar bioetanol X %-volume.
Bahan Baku
- Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete
- Bahan berpati: a.l. tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu, singkong/gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia.
- Bahan berselulosa (Þ lignoselulosa):kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll. Sekarang belum ekonomis, teknologi proses yang efektif diperkirakan akan komersial pada dekade ini !
Pemanfaatan Bioetanol
- Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin; digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan premium (EXX)
- Gasohol s/d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa mengharuskan mesin dimodifikasi).
Sumber Karbohidrat | Hasil Panen Ton/ha/th | Perolehan Alkohol | |
Liter/ton | Liter/ha/th | ||
Singkong | 25 (236) | 180 (155) | 4500 (3658) |
Tetes | 3,6 | 270 | 973 |
Sorgum Bici | 6 | 333,4 | 2000 |
Ubi Jalar | 62,5* | 125 | 7812 |
Sagu | 6,8$ | 608 | 4133 |
Tebu | 75 | 67 | 5025 |
Nipah | 27 | 93 | 2500 |
Sorgum Manis | 80** | 75 | 6000 |
*) Panen 2 ½ kali/th; $ sagu kering; ** panen 2 kali/th. Sumber: Villanueva (1981); kecuali sagu, dari Colmes dan Newcombe (1980); sorgum manis, dari Raveendram; dan Deptan (2006) untuk singkong; tetes dan sorgum biji (tulisan baru) |
Teknologi Pengolahan Bioetanol
Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan baku, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain, terutama molase.
Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian.
1. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.
Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:
- Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula
- Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik
- Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:
- Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
- Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
- Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
- Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.
Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut:
- Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
- Pengaturan pH optimum enzim
- Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
- Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan)
2. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.
Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.
Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.
Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.
3. Pemurnian / Distilasi
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.
Prosentase Penggunaan Energy
Prosentase perkiraan penggunaan energi panas/steam dan listrik diuraikan dalam tabel berikut ini:
Prosentase Penggunaan Energi | ||
Identifikasi | Proses Steam | Listrik |
Penerimaan bahan baku, penyimpanan, dan penggilingan | 0 % | 6.1 % |
Pemasakan (liquefaction) dan Sakarifikasi | 30.5 % | 2.6 % |
Produksi Enzim Amilase | 0.7 % | 20.4 % |
Fermentasi | 0.2 % | 4 % |
Distilasi | 58.5 % | 1.6 % |
Etanol Dehidrasi (jika ada) | 6.4 % | 27.1 % |
Penyimpanan Produk | 0 % | 0.7 % |
Utilitas | 2.7 % | 27 %> |
Bangunan | 1 %> | 0.5 % |
TOTAL | 100 % | 100 % |
Sumber: A Guide to Commercial-Scale Ethanol Production and Financing, Solar Energy Research Institute (SERI), 1617 Cole Boulevard, Golden, CO 80401 |
Peralatan Proses
Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut:
- Peralatan penggilingan
- Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi
- External Heat Exchanger
- Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators)
- Tangki Penampung Bubur
- Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor
- Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol
- Boiler, termasuk system feed water dan softener
- Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting
Thursday, 18 November 2010
Pelatihan Cara Membuat Bioethanol - Alcohol Food Grade dengan Mesin Destilasi Stainless
Fieldtrip Bisnis Bioethanol ke Universitas Mojopahit - Mojokerto.
Info Jadwal & Pendaftaran: 031-81639991 - 085733691548.
Diajarkan:
Budidaya Singkong Genderuwo, cara stek & menanam singkong sehingga hasil singkong besar.
Cara mengolah Singkong menjadi Bioethanol - Alcohol. Diajarkan cara membuat Biothanol / Alcohol sekala industri kecil hingga besar. Mulai dari memproses singkong menjadi gula, hingga fermentasi gula menjadi alcohol.
Cara mendestilasi ulang hingga didapatkan kadar alcohol 99%.
Perhitungan Ekonomi - Production Cost.
Talkshow: Penggunaan Bioethanol sebagai pengganti BBM (Bahan Bakar Minyak). Aplikasi Bioetanol pada industri Farmasi, Kosmetik & Minuman.
Demo: Mesin Destilasi Sekala Industri & Kompor Bioethanol
Studi Lapangan.
Biaya: Rp 600.000,-/orang.
Hari & Tanggal: Mingggu: 21 November 2010.
Jadwal Selanjutnya: 031-81639991 - 085733691548.
Berangkat dari Surabaya. Pk 08.00 - 17.00
Fasilitas: Transportasi berAC - Snack Box - Lunch.
Pendaftaran: Politeknik Tristar.
Jurusan: Teknologi Pangan & Pengolahan Hasil Pertanian.
Jln. Raya Jemursari 234 & 240A Surabaya.
Telp: 031-8415016. Fax: 031-8432050.
Flexi : 031-81639991. Starone: 031-60350888. HP: 085733691548.
Kampus Baru: Jln Raya Tenggilis no. 68. Surabaya Indonesia
Kursus & Pelatihan Bioetanol - Cara Membuat Alcohol dari Buah Buahan.
Pelatihan Cara Membuat Wine & Alcohol Food Grade dari Buah Buahan.
Diajarkan mulai dari membuat starter, fermentasi gula pada buah Anggur & Nanas menjadi Alcohol Food Grade.
Cara mendestilasi hasil Fermentasi menjadi Alcohol Food Grade 93%.
Cara Membuat Wine Zero Alcohol & Alcoholic Wine.
Demo Mesin Destilasi Alcohol Food Grade.
Talkshow: Aplikasi Bioetanol pada industri Farmasi, Kosmetik & Minuman.
Biaya Kursus Kolektif Rp 750.000,-/orang
Peserta minimum 5 orang.
Biaya Kursus Privat Rp 2.000.000,-/Orang.
Info & Pendaftaran:
Politeknik Tristar
Jurusan: Teknologi Pangan & Pengolahan Hasil Pertanian.
Telp: 031-8415016. Fax: 031-8432050.
Flexi : 031-81639991. Starone: 031-60350888. HP: 085733691548.
Alat Destilasi Bioetanol Kaca, Sekala Lab (tabung 2 liter) Rp 2.000.000,-
Alat Destilasi Bioetanol Kaca, Sekala Laboratorium (tabung 5 liter) Rp 3.500.000,-
Mesin Destilasi Bioetanol untuk Industri - Stainless. (tangki 200 liter) untuk proses Alcohol Food Grade Rp 30.000.000,-
Harga bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
***************************************************
***************************************************
Pelatihan Aneka Olahan Nanas menjadi Wine, syrup, Alcohol & Nata de Pina
Diajarkan:
Budidaya Nanas
Cara mengolah Nanas menjadi Syrup Nanas & Fermentasi Nanas menjadi Wine Nanas.
Cara Mendestilasi hasil fermentasi Nanas menjadi Wine Zero Alcohol & Alcohol Food Grade 93%.
Cara Mengolah limbah Kulit Nanas menjadi Nata de Pina.
Demo Mesin Destilasi Alcohol Food Grade & Mesin Pemotong Nata de Pina.
Biaya Kursus Kolektif Rp 750.000,-/orang.
Biaya Kursus Privat Rp 2.500.000,-/orang.
Info & Pendaftaran:
Politeknik Tristar
Jurusan: Teknologi Pangan & Pengolahan Hasil Pertanian.
Surabaya & Mojokerto.
Telp: 031-8415016. Fax: 031-8432050.
Flexi : 031-81639991. HP: 085733691548.
Wednesday, 20 October 2010
PEMANFAATAN TANAMAN SORGHUM UNTUK PEMBUATAN BIOETANOL MELALUI PROSES HIDROLISIS ENZIM DAN FERMENTASI SACCHAROMYCES CEREVISIAE
Tanaman Sagu Sumber Karbohidrat dan Bioetanol
“Ini perlu dikelola dengan baik, apalagi Maluku memiliki habitat asli tanaman sagu terbesar kedua di Indonesia setelah Papua,” katanya di sela acara Seminar Internasional tentang Sagu dan Rempah-Rempah, di Ambon, Rabu.
Seminar yang dijadwalkan dua hari (28-29 Juli) tersebut dibuka oleh Menteri Pertanian Suswono dan dihadiri 100-an peserta dari Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Papua dan Papua Barat.
Menurut Syuryadi, di Maluku saat ini terdapat 31.000 lahan sagu dengan 3,1 juta pohon yang tersebar di tujuh kabupaten/kota, dengan tingkat produktivitas rata-rata 25 ton per tahun.
Selain sagu, Maluku juga memiliki komoditas spesifik lokasi penting lainnya seperti pala dan cengkeh yang nilai ekonominya terus meningkat selama dua tahun terakhir.
Luas lahan tanaman cengkeh di Maluku saat ini mencapai 35.481 hektare dengan jumlah produksi 13.081 ton per tahun. Sedangkan lahan pala ada 10.687 hektare dengan angka produksi 3.297 ton per tahun.
Menteri Pertanian H. Suswono dalam kesempatan itu juga mengatakan, penganekaragaman pangan perlu dilakukan untuk mendukung program Kementerian Pertanian, yakni mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi beras sebanyak 1,5 persen per tahun, yang dinilai sangat lambat pelaksanaannya.
“Pengolahan pangan yang berbasis pada sumberdaya lokal belum berkembang secara efisien,” kata Menteri.
Suswono menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Konferensi Dewan Ketahan Pangan yang dihadiri oleh seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota se-Indonesia dan organisasi kemasyarakatan nasional maupun internasional di Jakarta, 24 Mei lalu telah mencanangankan Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal.
“Hal ini ditetapkan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumbedaya Lokalguna mempercepat perncapaian standar dan kualitas konsumsi pangan masyarakat,” katanya.
Seminar internasional tentang sagu dan rempah-rempah menghadirkan Kopli Bujang dari Malaysia University, Hiroshi Ehara dari Mie University (Jepang), Bintoro Joefrie dari (Intitut Pertanian Bogor) IPB.
Selain itu, F.J. Rumahlatu dan T.D Pariella dari Universitas Pattimura (Unpatti), serta L. Muhuria dari Universitas Darussalam (Unidar) Ambon.
Hadir juga sebagai pembicara, Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun, Kepala BKP RI Achmad Suryana, Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, Bupati Maluku Tengah Abdullah Tuasikal, Direktur Eksekutif Dewan Rempah Indonesia (DRI) Suhirman Muljodiharjo.
Cahya Widayanti dari Kementerian Perdagangan, Rieny Ariono dari Koperasi Jasa Boga Utama (JBU), Kepala Kadin Indonesia Juan Gondokusumo dan Destry Damayanti dari PT. Bank Maluku, Tbk.
Sumber : antaramaluku.com
Bioetanol yang diproduksi dari kayu
Teknologi ini dapat memisah-misahkan kayu dengan glukosa dalam waktu singkat untuk membuat bahan bakar, sehingga diharapkan teknologi itu mampu mengurangi proses dan waktu pembuatan serta menghemat biaya energi secara besar.
Bioetanol
Bioetanol berarti bahan bakar yang diekstrak dari tanaman termasuk tebu dan jagung. Bahan bakar itu dibuat melalui proses fermentasi dengan glukosa dari saripati tanaman. Bioetanol bisa dicampuri dengan bensin atau bisa digunakan sendiri sebagai bahan bakar untuk mobil. Bersama dengan biodiesel, bioetanol menjadi salah satu sumber energi utama yang bisa diperbarui. Berbeda dengan bioetanol yang diekstrak dari glukosa saripati tanaman, maka biodiesel diproduksi dari ekstrak tanaman kelapa sawit.
Salah satu keunggulan utama sumber energi yang bisa diperbarui seperti bioetanol dan biodiesel adalah karena diproduksi dari tumbuhan, sehingga emisi gas yang mengakibatkan pencemaran polusi serius amat kecil jika dibanding bahan bakar fosil.
Sumber : http://rki.kbs.co.kr
Friday, 15 October 2010
RI Menaruh Harapan dari Ampas Sawit untuk Bioethanol
Suhendra - detikFinance
Jakarta - Kementerian Perindustrian bersama New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) Jepang melakukan kerjasama riset (joint research) untuk pengembangan produksi bioethanol dari bahan baku bagasse (ampas sawit). Teknologi semacam ini pun belum terlalu berkembang di Jepang.
"Joint research teknologi pengolahan bagasse menjadi bioethanol yang dilakukan sebagai bagian dari proyek kerjasama ini diharapkan dapat mentransformasi agricultural waste jadi sumber bioethanol," kata Sekjen Kementerian Peridustrian Agus Tjahajana dalam acara MoU antara Kemenperin dengan NEDO di Jakarta, Senin (2/8/2010).
Agus menjelaskan potensi bagasse atau ampas sawit Indonesia sangat besar. Dari luasan 7 juta hektar saat ini mampu memproduksi 23 juta ton crude palm oil (CPO).
"Diperkirakan selama 10-15 tahun kedepan produksinya sampai 2-3 kali lipat," kata Agus.
Menurut Agus untuk bisa mensukseskan joint research dengan Jepang ini, maka ia mengarapkan peran perguruan tinggi dan lembaga riset nasional untuk pengembangan bioethanol dari bagasse.
"Dengan demikian makin banyak potensi Indonesia untuk mengembangkan bio massa menjadi bioethanol," katanya.
Sementara itu Direktur Kimia Hulu Aleksander Barus mengatakan saat ini pemerintah belum mampu menghitung berapa potensi pengembangan biothanol sebagai bahan bakar nabati dari bagasse namun dipastikan sangat besar sekali.
"Kalau produksi 23 juta ton menjadi ethanol, maka akan menjamin keamanan energi nasional. Memang kita belum hitung," katanya.
Ampas aja masih bisa di daur ulang ya, kalau mau sih sekarangpun bisa, Cangkang Sawit dijadikan bahan bakar Turbin demikian juga Pelepahnya.....nah tergantung PLN mau berbauat atau tidak memanfaatkan cangkang sawit ini sebagai bahan bakar Turbin
Banyak Turbn Nganggur di Kalimatan bekas perusahaan kayu lapis rata rata memiliki Turbin
Indonesia Berpotensi kembangkan BioEtanol
Hal tersebut diungkapkan oleh anggota tim peneliti dari Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Teddy Nurcahyadi, di Yogyakarta, Jumat (25/9).
"Bahkan di masa depan, konversi bahan bakar ke bioetanol dapat menjadi solusi terhadap semakin menipisnya kandungan minyak bumi," ujar Teddy.
Menurutnya, bioetanol dapat menjadi pilihan dalam mengurangi kerusakan lingkungan sebagai efek samping berkembangnya dunia industri dan transportasi. Dia mengatakan, ada beberapa kelebihan yang dimiliki bioetanol dibanding bahan bakar bensin, antara lain karena proses produksi lebih ramah lingkungan dan melibatkan penanaman tumbuhan yang menyerap karbon dioksida di atmosfer. Selain itu, pemakaian bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, lanjut Teddy, lebih ramah lingkungan karena menghasilkan polusi yang lebih sedikit.
"Bioetanol juga memiliki angka oktan yang lebih tinggi daripada bensin sehingga jika dicampurkan pada bensin dengan komposisi tertentu bisa memperbaiki kinerja mesin," katanya.
Dia menambahkan, tingginya angka oktan bioetanol memiliki pengaruh yang bagus terhadap emisi gas buang mesin. Angka oktan yang tinggi menyebabkan pembakaran di dalam mesin berlangsung lebih sempurna sehingga hasil pembakaran yang tidak sempurna berupa karbon monoksida dan hidrokarbon tak terbakar lainnya berkurang.
"Pencampuran bioetanol pada bensin berdasarkan hasil pengujian terbukti menyebabkan turunnya polusi karbon monoksida dan hidrokarbon tak terbakar dari mesin bensin," katanya.
Bioetanol, katanya, merupakan salah satu jenis bahan bakar terbarukan. Bahan bakar ini dapat diproduksi dari berbagai jenis produk pertanian atau perkebunan, seperti tebu, singkong, beras, gandum, sorgum, kentang, jagung, dan buah-buahan.
"Selama kita masih bisa bercocok tanam, selama itu pula kita bisa mengolah aneka produknya menjadi bioetanol," katanya.
Namun, Teddy mengakui, bioetanol memang mempunyai kelemahan yang bersifat teknis. Kelemahan itu muncul karena bahan bakar tersebut memiliki kandungan energi yang lebih rendah daripada bensin.
"Jalan keluar untuk mengatasi kelemahan itu sudah ada, tim kami tertarik melakukan penelitian dalam upaya mengatasi kelemahan teknis bioetanol agar bahan bakar itu dapat dimanfaatkan lebih maksimal di masa depan," katanya.
Anak SMA Temukan Kelapa Hasilkan Bioetanol dan Biogas
Hal itu merupakan hasil penelitian dari tiga anak SMA Negeri 2 Pare, Kediri, Jawa Timur, yakni Muh. Wildan Yahya, Ardhy Purwo, dan Diana Sekar Sari yang memenangkan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-41 bidang Ilmu Pengetahuan Teknik yang diselenggarakan LIPI.
Menurut Wildan yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (29/10), biofuel ada tiga macam yakni biosolar yang merupakan campuran antara solar dengan minyak nabati yang telah dimetilasi, bioetanol yang merupakan alkohol yang dihasilkan dari fermentasi, sedangkan biogas dihasilkan dari penguraian biomassa secara anaerob oleh bakteri methanogenesis.
Saat ini, ujarnya, pembuatan biosolar, bioetanol dan biogas dilakukan secara terpisah, di mana biosolar dari minyak perasan kelapa sawit, bioetanol dari tebu atau singkong yang difermentasi dan biogas dari kotoran ternak.
"Padahal ketiganya bisa dihasilkan dari buah kelapa (Cocos Nucifera) yang diolah secara bertingkat," ujar juara I LKIR dari karya berjudul: "Optimalisasi Produksi Biofuel dari Kelapa dengan Pengolahan Bertingkat" itu.
Menurut Wildan, kelapa yang melimpah di Indonesia bisa diperas dan menghasilkan minyak nabati berupa biosolar di mana untuk satu liter biosolar membutuhkan 0,48 kg buah kelapa.
Ampasnya, lanjut dia, jangan dibuang, karena masih memiliki selulosa dalam jumlah besar dan tinggal dilakukan hidrolisis dengan larutan asam dan difermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae.
Demikian pula air kelapa, bisa ditambah sedikit urea sebelum fermentasi, dan jika kadar gula tak sampai 17 persen, maka bisa ditambah glukosa atau sukrosa.
Dengan ampas kelapa 6,56 kg bisa menghasilkan seliter bioetanol berkadar 95 persen, sedangkan bagi seliter air kelapa, sebanyak 11,4 persennya bisa menjadi bioetanol, ujarnya.
Limbah bioetanol ini, lanjut Wildan, jika dicampur kotoran sapi bisa menjadi biogas dengan lebih dulu dilakukan penetralan pH.
"Dari 100 liter limbah bioetanol menghasilkan 2,5 m3 biogas. Limbah biogas juga bisa dijadikan pupuk," tambahnya.
Ganggang Air Bisa Dijadikan Bioetanol
Para mahasiswa ITS itu adalah Sulfahri dan Eko Sunarto dari Jurusan Biologi FMIPA, serta Siti Mushlihah dan Renia Setyo Utami dari Teknik Lingkungan FTSP. Mereka mulai melakukan penelitian sejak April lalu yang didanai hibah Dikti dan menemukan kelebihan Algae spirogyra jika diolah menjadi bioetanol.
Lewat penelitian, mereka membuktikan kalau alga lebih efisien dijadikan bioetanol dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya. Untuk menghasilkan satu liter bioetanol dibutuhkan 8 kg ubi jalar atau 6,5 kg singkong atau 5 kg jagung. Namun, untuk hasil yang sama, dengan Algae spirogyra hanya diperlukan 0,67 kg.
Sulfahri menyebutkan tertarik meneliti alga karena selama ini bioetanol banyak dihasilkan dari tanaman pangan seperti jagung, singkong, dan ubi jalar. Padahal, bahan-bahan ini masih dibutuhkan sebagai penopang bahan pangan. Sementara alga tersebar di mana-mana dan kandungan karbohidratnya lebih tinggi ketimbang jagung atau umbi-umbian.
Algae spirogyra atau ganggang air yang dipakai sebagai penelitian adalah yang hijau berbentuk benang. Alga yang tersusun atas sel-sel yang membentuk untaian panjang seperti benang ini berkembang biak secara vegetatif dengan cara fragmentasi dan perkembangbiakan secara generatif dengan konjugasi
Algae spirogyra memiliki kandungan karbohidrat hingga 64 persen. Karbohidrat dibutuhkan dalam proses fermentasi yang menghasilkan bioetanol. Alga cepat berkembang biak dan tidak membutuhkan lahan luas. Selain itu, proses fermentasi juga lebih cepat.
Pengolahan diawali dengan pengeringan manual di bawah terik matahari (lebih kurang tiga hari) atau dikeringkan dalam oven. Setelah kering dicampur air dengan perbandingan 1:15. Lalu dihancurkan dengan blender atau mesin.
Selanjutnya dipanaskan atau proses hidrolisis sekitar dua jam dan didinginkan dalam suhu hingga 4 derajat celsius. Untuk membantu proses fermentasi, ditambahkan enzim aminase. "Proses fermentasi 10 hari memiliki hasil lebih baik," kata Eko.
Untuk mendapatkan bioetanol, dilakukan destilasi. "Hasil dan kualitas tak kalah jika dibandingkan dengan bioetanol bahan lain," tegas Sulfahri.
Kebutuhan BBM nasional bisa dipenuhi lewat produksi bioetanol. Hingga Maret 2008, kebutuhan BBM Indonesia mencapai 1,3 juta barrel per hari, padahal produksi BBM nasional hanya sekitar 900.000 barrel per hari. Sementara total produksi bioetanol Indonesia hingga 30 Juni 2008 hanya sekitar 160.000 kiloliter.
Sumber : Kompas
Rumus Kimia Bioetanol
Termasuk dalam Metabolisme Anaerob (tanpa oksigen) atau orang awam menyebutnya fermentasi
reaksi dimulai dari glukosa (C6H12O6) menjadi etanol (C2H5OH)
ceritanya:
1. glukosa langsung diubah menjadi asam piruvat oleh bantuan bakteri Saccharomyces cereviceae
oleh bakteri Saccharomyces cereviceae
C6H12O6 ===============================>> C2H5OH + CO2 + 2ATP
(bioetanol)
Bahan Bakar Bioetanol dari Limbah Salak
"Bioetanol sebagai bahan bakar pengganti minyak maupun elpiji terbuat dari limbah salak yang cacat panen atau busuk," kata mahasiswa UGM yang mengembangkan kompor bioetanol, Adhita Sri Prabakusuma, Senin (11/10/2010).
Ia mengatakan, selama ini salak yang tidak layak jual tersebut sering dibuang oleh para petani salak atau dibiarkan membusuk di pekarangan kebun salaknya.
"Di Dusun Ledoknongko, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DIY, yang merupakan salah satu sentra penghasil salak dalam satu bulan dihasilkan sekitar 1-3 ton limbah salak," katanya.
Menurut dia, dari 10 kilogram limbah salak, dihasilkan sedikitnya 1 liter bioetanol. Untuk membuat bioetanol, limbah salak difermentasikan lebih dulu selama satu pekan dengan menambah ragi dan urea.
"Cairan fermentasi tersebut dipanaskan dengan suhu 70 derajat celsius pada tabung destilasi. Hasil pemanasan ini nantinya menghasilkan bioetanol," katanya.
Namun, menurut dia, belum banyak masyarakat di Dusun Ledoknongko yang mau mengolah limbah salak menjadi bahan bakar kompor.
"Tidak mudah menyosialisasikan inovasi tersebut karena tingkat pendidikan masyarakat di Dusun Ledoknongko berbeda-beda. Apalagi ini barang baru, secara ekonomis memang belum memuaskan secara langsung," katanya.
Ia mengatakan, inovasi tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mengatasi limbah salak, mendukung program pertanian terpadu, dan menerapkan energi ramah lingkungan.
"Kecamatan Turi sebagai sentra penghasil salak di DIY dapat diinisiasi sebagai desa mandiri energi yang mengembangkan pertanian berkelanjutan dan terpadu," katanya.
Thursday, 14 October 2010
Produksi Bioetanol
Secara umum, produksi Bioetanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian.
Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.
Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:
- Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula
- Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik
- Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:
- Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
- Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
- Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
- Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.
Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut:
- Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
- Pengaturan pH optimum enzim
- Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
- Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan)
Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.
Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.
Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.
Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.
Distilasi
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol).
Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.
Prosentase Penggunaan Energy
Prosentase perkiraan penggunaan energi panas/steam dan listrik diuraikan dalam tabel berikut ini:
Prosentase Penggunaan Energi
Identifikasi
Proses Steam
Listrik
Penerimaan bahan baku, penyimpanan, dan penggilingan
0 %
6.1 %
Pemasakan (liquefaction) dan Sakarifikasi
30.5 %
2.6 %
Produksi Enzim Amilase
0.7 %
20.4 %
Fermentasi
0.2 %
4 %
Distilasi
58.5 %
1.6 %
Etanol Dehidrasi (jika ada)
6.4 %
27.1 %
Penyimpanan Produk
0 %
0.7 %
Utilitas
2.7 %
27 %
Bangunan
1 %
0.5 %
TOTAL
100 %
100 %
Sumber:
A Guide to Commercial-Scale Ethanol Production and Financing, Solar Energy Research Institute (SERI), 1617 Cole Boulevard, Golden, CO 80401
PERALATAN PROSES
Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut:
- Peralatan penggilingan
- Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi
- External Heat Exchanger
- Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators)
- Tangki Penampung Bubur
- Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor
- Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol
- Boiler, termasuk system feed water dan softener
- Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting
- Tangki penyimpan air hangat, termasuk pompa dan pneumatik
- Pompa Utilitas, Kompresor dan kontrol
- Perpipaan dan Electrikal
- Peralatan Laboratorium
- Lain-lain, termasuk alat-alat maintenance
Sumber :
Achmad N Hidayat - Nawapanca Engineering
http://www.migas-indonesia.com dalam :
http://www.indobiofuel.com/Bioethanol.php
25 Mei 2009
Empat Varietas Ubikayu Berpotensi Dukung Industri Bioetanol
Dari enam belas varietas unggul ubikayu yang telah dilepas Departemen Pertanian, ada empat varietas yang memiliki karakter sesuai dengan kriteria tersebut yaitu : Varietas Adira-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5. Adira-4 memiliki kandungan pati 25-30%, tahan penyakit layu, potensi hasil 25-40 ton/ha dan umurnya 8 bulan. Sedangkan varietas Malang-6 memiliki kandungan pati 25-32%, potensi hasil 36,4 ton/ha dan agak tahan hama kutu merah serta mempunyai umur 9 bulan. Varietas UJ-3 memiliki kandungan pati 25-30%, potensi hasil 30-40 ton/ha, tahan penyakit bakteri dan umur mencapai 8 bulan. Adapun varietas UJ-5 memiliki kadar pati 20-30%, potensi hasil 25-38 ton/ha, tahan penyakit bakteri dan mempunyai umur 9-10 bulan.
Varietas Adira-4 telah meluas pengembangannya di beberapa sentra produksi ubikayu. Di Kediri Jawa Timur, hasil Adira-4 berkisar 26-41 ton/ha dan di Lampung 30-41 ton/ha. Selain umurnya genjah, Adira-4 ini tahan terhadap penyakit layu, yang merupakan penyakit penting ubikayu, disamping dapat dikembangkan dalam pola tumpangsari. Hasil penelitian di Bogor, varietas Adira-4 yang ditumpangsarikan dengan kacang tanah dan jagung masih mampu mencapai hasil 31,0 ton/ha dan di Lampung 39,2 ton/ha. Dalam usahatani komersial, ubikayu harus menghasilkan 20-25 ton/ha agar menguntungkan, yaitu dengan B/C rasio lebih dari 1,0. Angka ini dapat dicapai jika harga ubikayu di tingkat petani Rp. 250-300/kg,
Info teknologi produksi
Informasi tentang teknologi produksi ubikayu untuk mendukung industri Bioetanol itu sendiri sebenarnya telah dituangkan dalam bentuk buku dengan judul "Teknologi Produksi Ubikayu Mendukung Industri Bioetanol" sejak tahun lalu. Buku tersebut disusun oleh para peneliti, antara lain J. Wargiono. Selain memuat teknologi produksi yang mampu menghasilkan produksi 40 ton/ha, buku ini menyertakan varietas-varietas yang cocok untuk industri Bioetanol serta strategi peningkatan produksinya. Buku tentang teknologi ubikayu ini dapat dijadikan acuan dalam upaya mempercepat pencapaian target produksi untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri Bioetanol dalam program pemanfaatan bahan bakar nabati.
Sumber: http://www.litbang.deptan.go.id
Wednesday, 13 October 2010
Mobil Bioetanol Kapan Melaju Massal di Jalan Raya?
Jepang atau negara maju lain silakan saja berbangga sudah memiliki kendaraan ramah ling-kungan produksi sendiri. Seperti mobil Honda Civic Hybrid yang sengaja dirancang dengan sistem hibrid, paduan antara bensin dan listrik. Indonesia sesungguhnya juga sudah mampu mengembangkan teknologi bahan bakar alternatif serupa. Bahan bakar hibrid alias paduan antara premium dengan bioethanol.
“Kita akan menguji coba bahan bakar premium yang dipadu dengan bioethanol juga pada mobil ini. Jika memang layak, maka ada dua hal yang harus dipertimbangkan, yaitu bagaimana peningkatan kinerja bahan bakar dan tingkat emisinya,” ujar Kusmayanto Kadiman, Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kepada pers di sela acara Serah Terima Mobil Sistem Hibrid Honda di Karawang, Jawa Barat, Jumat (10/2).
Lebih Ramah
Selama ini Balai Termodinamika, Motir dan Propulsi (BTMP) BPPT sudah me-ngembangkan bahan bakar hibrid jenis lain, yakni paduan premium dengan bioethanol. Perbandingan paduan tersebut sejauh ini baru dilakukan 90:10 atau 70:30. Bahan bakar hybrid ini sudah mampu dioperasikan pada kendaraan roda empat jenis Blazer dan Honda Jazz. “Saya sendiri memakainya, yakni paduan premium dan bioethanol 90:10 atau biasa disebut B10,” ungkap Ir. Nila Damitri MSc, Kepala BTMP kepada SH dalam kesempatan serupa.
Kalau memang terealisasi, maka bahan bakar premium-bioethanol akan lebih ramah lingkungan sebab bioethenol berasal dari alam yang tak mengandung bahan kimia. Berarti pada proses pembakarannya tidak menghasilkan karbon. Semakin besar kandungan bioethanolnya, maka makin ramah lingkungan bahan bakar tersebut., sebab emisinya juga mengecil.
Bioethanol yang digunakan oleh Mila berasal dari Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) di Lampung. Bahan bakunya adalah tanaman singkong. Etanol adalah bahan yang dihasilkan oleh bakteri yang berfermentasi dan melebur dengan zat gula karbohidrat seperti tepung jagung. Proses ini sudah berlangsung lama nyaris seusia dengan alam dan tidak ada imbas negatifnya bagi umat manusia..
“Ada yang sudah memakainya sampai 30 persen, bahkan ada juga yang 100 persen,” ungkap Mila. Sayang penggunanya masih terbatas pada para peneliti yang memang sudah menguji coba bahan bakar tersebut. Dan bioethanol yang mereka dapat pun cuma-cuma alias gratis.
Kendala
Lalu mengapa bahan bakar bioethanol tidak dijual secara komersil saja jika memang cukup bagus kualitasnya? Menurut Mila, sampai sekarang memang belum ada kebijakan pemerintah yang menetapkan bioethanol sebagai bahan bakar komersil. Kalaupun ada tentu akan diperlukan penetapan tariff yang membutuhkan diskusi panjang di kalangan industri. Selain itu harus dipikirkan pula produksi bioethanol secara massal kalau memang bahan tersebut akan dipasarkan.
Kendala-kendala seperti itulah yang membuat bahan bakar bioethanol masih belum dipakai banyak orang. Agus Cahyono, staf BTMP-BPPT mengakatan bahwa sampai sekarang memang belum ada ketetapan harga jual bioethanol, sebab bahan itu memang belum dipasarkan. “Kalau biaya produksinya saja berkisar antara Rp 3.000-3.500 per liter,” ungkap Agus.
Bioethanol sebagai bahan bakar kendaraan sudah banyak dipakai di negara lain. Salah satu pengguna bioethanol terbesar adalah Brasilia. Di Indonesia sendiri agaknya penggunaan bioethanol masih membutuhkan jalan panjang berliku. Sebab terbetik kabar dibangun pabrik etanol pertama di Indonesia oleh PT Medco Energi International Tbk. Proyek senilai US$ 34,13 juta ini akan didirikan di Kotabumi, Lampung Utara tahun ini juga. Sayangnya hasilnya tidak untuk kepentingan dalam negeri, melainkan untuk diekspor ke Singapura dan Jepang.
Tanggal Tayang : 15-6-2006
Sumber : Sinar Harapan